Apa itu PPJB?
PPJB atau singkatan dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli merupakan perjanjian pendahuluan yang berfungsi untuk mengikat para pihak dengan isi perjanjian yang sifatnya bebas.
Adapun definisi dari perjanjian pengikatan jual beli dalam Pasal 1 angka 11 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman yang berbunyi; “Perjanjian Pendahuluan Jual Beli atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang selanjutnya disebut PPJB adalah kesepakatan antara pelaku pembangunan dan setiap orang untuk melakukan jual beli Rumah atau satuan Rumah susun yang dapat dilakukan oleh pelaku pembangunan sebelum pembangunan untuk Rumah susun atau dalam proses pembangunan untuk Rumah tunggal dan Rumah deret yang dibuat di hadapan notaris”
Fungsi dari PPJB
Perjanjian pengikatan jual beli dikatakan juga sebagai perjanjian pendahuluan yang tidak diatur dengan pasti dalam KUH Perdata namun dalam penerapannya perjanjian pengikatan jual beli menggunakan asas umum yang terdapat dalam perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata. Sebab perjanjian pengikatan jual beli merupakan upaya dari notaris dengan tujuan memudahkan bagi calon penjual maupun calon pembeli dalam melakukan jual beli tanah.
Menurut Prof. Subekti dalam bukunya mengenai hukum perjanjian telah dijabarkan jika perjanjian pengikatan jual beli dibuat biasanya disebabkan adanya unsur yang belum terpenuhi seperti belum terjadinya pelunasan harga atau kelengkapan dokumen yang berkaitan dengan objek dalam perjanjian yang berfungsi sebagai tanda bukti kepemilikan hak atas objek tersebut yang masih dalam proses.
Apakah PPJB dapat dibatalkan?
Pembatalan suatu perjanjian berkaitan erat dengan alasan hapusnya perikatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1381 KUH Perdata yang menegaskan terkait cara hapus atau berakhirnya perikatan.
Pembatalan perjanjian dapat diajukan dalam hal sebagai berikut:
- Tidak terjadi kesepakatan bebas di antara para pihak yang terlibat dalam pembuatan perjanjian, baik karena kekhilafan, keterpaksaan, atau bahkan penipuan yang dilakukan oleh salah satu pihak lainnya;
- Salah satu pihak dalam perjanjian tidak cakap hukum dan/atau melakukan perbuatan yang melanggar hukum.
Dalam Pasal 1453 KUH Perdata menjelaskan bahwasanya pembatalan perjanjian ialah menerbitkan kewajiban untuk memberikan ganti kerugian, biaya, dan denda kepada pihak yang dirugikan.
Artinya, PPJB sama dengan perjanjian pada umumnya dan dapat dibatalkan, apabila suatu perjanjian dibatalkan, dapat mengakibatkan pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut tidak memiliki kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum lagi. Selain itu, pembatalan perjanjian dapat menyebabkan pulihnya barang dan orang yang bersangkutan dalam perjanjian kembali seperti keadaan semula sebelum perjanjian tersebut dibuat.