Di era digital yang semakin maju, tantangan dalam perlindungan hukum bagi pemilik properti, terutama terkait dengan sengketa tanah, semakin kompleks. Transaksi properti yang kini banyak dilakukan melalui platform online dan aplikasi digital membuka peluang baru namun juga meningkatkan potensi risiko sengketa. Misalnya, pemalsuan dokumen tanah atau manipulasi data sertifikat yang bisa terjadi dengan mudah di dunia maya. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah Indonesia mulai mengintegrasikan teknologi informasi dalam sistem administrasi pertanahan, seperti melalui Sertifikat Elektronik (Sertifikat Digital) yang diharapkan dapat mengurangi kasus pemalsuan dan meningkatkan transparansi dalam kepemilikan properti.
Namun, meski teknologi dapat memberikan solusi, tantangan besar dalam penyelesaian sengketa tanah tetap ada. Proses penyelesaian sengketa tanah melalui jalur hukum sering kali memakan waktu lama dan membebani pihak yang bersengketa. Oleh karena itu, penggunaan alternatif penyelesaian sengketa seperti mediasi dan arbitrase semakin digalakkan sebagai solusi yang lebih efisien. Dalam hal ini, perlindungan hukum yang memadai, baik dari sisi regulasi yang jelas mengenai kepemilikan tanah digital maupun mekanisme penyelesaian sengketa yang cepat dan transparan, sangat penting untuk menciptakan iklim investasi properti yang lebih aman dan mengurangi potensi konflik hukum di masa depan.