Kepailitan dalam pengembangan apartemen sering kali menjadi persoalan yang rumit bagi konsumen dan kreditor. Ketika pengembang apartemen dinyatakan pailit, ini berdampak pada proyek yang belum selesai, termasuk pengalihan hak properti yang belum sempurna. Dalam hal ini, konsumen yang telah melakukan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) dapat kehilangan kepastian hukum atas unit apartemen yang belum diserahterimakan secara penuh. Menurut Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU), PPJB yang belum sempurna dapat dianggap batal saat putusan pailit diucapkan. Konsumen yang mengalami kerugian dapat mengajukan diri sebagai kreditor konkuren untuk mengklaim haknya.
Di sisi lain, kurator yang mengelola aset pengembang yang pailit memiliki wewenang untuk melanjutkan operasional pengembang jika dipandang lebih menguntungkan bagi kreditor. Asas “going concern” dalam UU KPKPU memberikan kurator pilihan untuk melanjutkan pembangunan proyek, asalkan disetujui oleh panitia kreditor. Namun, jika usaha pengembang dinilai tidak dapat diteruskan, maka aset perusahaan, termasuk apartemen yang belum selesai, akan dijual untuk melunasi utang kepada kreditor preferen dan kreditor konkuren, termasuk konsumen pemegang PPJB yang sah.
Proses kepailitan pengembang apartemen juga membawa implikasi hukum lainnya. Pengembang yang tidak memenuhi janji-janji kepada konsumen, misalnya terkait fasilitas yang dijanjikan, dapat dikenai sanksi sesuai dengan UU Perlindungan Konsumen. Konsumen berhak atas informasi yang jujur dan pemenuhan sesuai kesepakatan dalam promosi, dan jika hal ini tidak dipenuhi, mereka bisa menempuh jalur hukum. Namun, karena kepailitan juga melibatkan aspek-aspek hukum lainnya, penyelesaian sering kali memerlukan pendekatan yang komprehensif dan koordinasi dengan kurator serta kreditor lainnya.
Sumber:
