Perjanjian Jual-Beli Tanah dibawah tangan dapat dijadikan Bukti namun harus didukung oleh bukti lainnya

Pada Pasal 1867 KUHPerdata menyatakan bahwa:

“Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan otentik atau dengan tulisan di bawah tangan.”

Secara prinsip, perjanjian di bawah tangan bisa digunakan sebagai alat bukti, namun dari sisi kekuatan pembuktian, surat perjanjian di bawah tangan masih perlu dikuatkan atau didukung dengan alat-alat bukti lain agar kekuatan pembuktiannya menjadi sempurna.

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 775 K/Sip/1971, tanggal 6 Oktober 1971 yang menyatakan bahwa:

“Surat jual beli tanah “di bawah tangan” yang diajukan dalam persidangan, kemudian disangkal oleh pihak lawan, dan tidak dikuatkan dengan alat bukti lainnya, maka surat jual beli tanah tersebut dinilai sebagai alat bukti yang lemah dan belum sempurna”

Jadi, agar kekuatan pembuktian perjanjian di bawah tangan menjadi kuat atau sempurna bisa dikuatkan lagi dengan bukti-bukti lainnya, misalnya : surat-surat lain, saksi-saksi, atau bahkan pengakuan si “lawan”.